Jum’at,
8 juni 2012
Tadi
siang sekitar waktu zhuhur tiba-tiba dapat telepon dari Hilma, temen yang kuliah kedokteran gigi UMY, dia teman sejak kami
bertemu di Solo dulu, dulu dia di Ma’had Tahfizh dan Lughah Abu Bakar Ash Shidiq
Surakarta.
“Assalaamu’alaikum,” kata hilma
“wa’alaikumussalam warahmatullah”jawabku
“Mb
Din . . .!” katanya
“Apa?”kataku
“Mbak
Vi meninggal!”
Aku
merasa sepertinya salah dengar, karena sinyal di Merapi jarang bersahabat,
apalagi dikamarku putus-putus.”
“Apa?”
kataku semakin meninggi
“Mbak
Via meninggal!” katanya benar2 jelas di telingaku
“Inna lillaahi wainnaa ilahi raaji’uun.”
Mbak
Via adalah teman sewaktu kami bertemu di Sakan Tahfidz Al-Manar Ma’had Surakarta, dan dia pernah memenuhi undanganku untuk hadir ke
Jogja. Terakhir kali, dia SMS sedang berada di Sardjito. Mungkin sedang
menjenguk teman atau saudaranya. Dia ingin bertemu denganku, tapi qadarullah,
saat itu aku juga sedang sakit demam di Rumah. Dan kujawab bahwa aku tidak bisa
ke Sardjito.
Melalui
telepon, Hilma mengabarkan bahwa Ustadzahku di Solo sebenarnya
ingin takziah ke Magelang, Hilma dapat kabar dari Mbak Art di Bogor, teman kami
yang dulu juga belajar di Ma’had tahfizh Surakarta.
Selesai
Hilma menutup pembicaraan kami, aku langsung mengirim SMS ke Ustadzahku: “Assalaamu’alaikum. Ustadzah, antum mau
ke Magelang?”. Beliau menjawab bahwa tadinya beliau ingin ke Magelang, tapi
tidak ada teman yang bisa diajak barengan kesana.
Kusampaikan
bahwa aku juga sangat ingin kesana, tapi belum tau tempatnya dan tidak ada
teman, pun jatah izin dari LPPM juga tinggal sedikit sekali. Tapi, aku tetap
ingin kesana, kalaupun mb Via sudah dimakamkan hari ini jam 09.00 pagi,
setidaknya aku ingin menemui keluarganya.
Aku
baru sadar, ternyata ketika mbak Via SMS ingin bertemu denganku di Jogja dulu,
Mbak Via bukan sedang menengok kerabatnya yang sakit di Sardjito, tapi justru
beliau sendiri yang sakit, dan aku baru mendapatkan benang merahnya, ketika
setelah itu Hilma bilang bahwa mbak Via sakit ginjal.
Astaghfirullah,
aku merasa sangat menyesal dan merasa sangat bersalah sekali, untuk terakhir
kalinya saja aku tidak mengusahakan dan mengiyakan untuk bertemu beliau.
Penyesalan memang selalu di akhir, dan tentu saja penyesalanku kali ini sudah
terlambat dan aku takkan lagi dapat bertemu dengan mbak Via untuk selamanya. Ya
ALLAH, semoga rasa penyesalanku ini dapat kutebus, untuk mendoakannya di dalam
sujud-sujud malam dan setelah shalatku.
Hffff (aku menarik nafas panjang….) . . .mbak Via . . .
kami bertemu pertama kali di Sakan
Tahfizh Ma’had Abu Bakar Ash-Shidiq ketika Hilma mengajakku kesana, dan Mbak
Via yang meminjamkan kamarnya untuk kami tidur malam itu, dan Mbak Via pula
yang palingggg senang hati menerima kami, tidak mencuekkan kami dan menemani kami
berbincang beberapa saat, barulah bliau mengatur waktu tahfizhnya sendiri. Saat
itu aku sama sekali belum memahami cita-cita tentang para penghafal Qur’an. Aku
masih sekitar semester 5 di UGM dan masih belum memiliki cita-cita menjadi
seorang penghafal Qur’an. Baru setelah banyak berinteraksi dengan merekalah
akhirnya aku memiliki cita-cita untuk menjadi seorang penghafal Qur’an, dan
kira-kira sejak semester 7 aku baru mendapatkan seorang guru tahfizh yang
membimbingku untuk menghafal.
Rasanya
masih sangat sedih, memang kita merasakan berharganya seorang teman atau
saudara itu akan sangat terasa ketika dia telah pergi, rasanya sangat menyesal
sekali, namun semoga penyesalanku ini dapat kutebus melalui doa-doaku untuknya.
Aamiin.
Kuwang,
Merapi, 8 Juni 2012 08:20
Malam
ini, aku zin untuk tidak menemani sahabatku mengajar di Shelter, karena hatiku
tak dapat kuajak untuk beranjak kesana . . .seharian ini tidak fokus, teingat
mbak Via terus . . .
........................Sesungguhnya kita milik ALLAH, dan pasti kita akan kembali kepada-NYA . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar