Senin, 11 Juni 2012

Sesungguhnya kita milik ALLAH . . .


Jum’at, 8 juni 2012

Tadi siang sekitar waktu zhuhur tiba-tiba dapat telepon dari Hilma, temen yang kuliah kedokteran gigi UMY, dia teman sejak kami bertemu di Solo dulu, dulu dia di Ma’had Tahfizh dan Lughah Abu Bakar Ash Shidiq Surakarta.
                             
“Assalaamu’alaikum,” kata hilma
“wa’alaikumussalam warahmatullah”jawabku
“Mb Din . . .!” katanya
“Apa?”kataku
“Mbak Vi meninggal!” 
Aku merasa sepertinya salah dengar, karena sinyal di Merapi jarang bersahabat, apalagi dikamarku putus-putus.”
“Apa?” kataku semakin meninggi
“Mbak Via meninggal!” katanya benar2 jelas di telingaku
“Inna lillaahi wainnaa ilahi raaji’uun.”

Mbak Via adalah teman sewaktu kami bertemu di Sakan Tahfidz Al-Manar Ma’had Surakarta, dan dia pernah memenuhi undanganku untuk hadir ke Jogja. Terakhir kali, dia SMS sedang berada di Sardjito. Mungkin sedang menjenguk teman atau saudaranya. Dia ingin bertemu denganku, tapi qadarullah, saat itu aku juga sedang sakit demam di Rumah. Dan kujawab bahwa aku tidak bisa ke Sardjito.

Melalui telepon, Hilma mengabarkan bahwa Ustadzahku di Solo sebenarnya ingin takziah ke Magelang, Hilma dapat kabar dari Mbak Art di Bogor, teman kami yang dulu juga belajar di Ma’had tahfizh  Surakarta.

Selesai Hilma menutup pembicaraan kami, aku langsung mengirim SMS ke Ustadzahku: “Assalaamu’alaikum. Ustadzah, antum mau ke Magelang?”. Beliau menjawab bahwa tadinya beliau ingin ke Magelang, tapi tidak ada teman yang bisa diajak barengan kesana.

Kusampaikan bahwa aku juga sangat ingin kesana, tapi belum tau tempatnya dan tidak ada teman, pun jatah izin dari LPPM juga tinggal sedikit sekali. Tapi, aku tetap ingin kesana, kalaupun mb Via sudah dimakamkan hari ini jam 09.00 pagi, setidaknya aku ingin menemui keluarganya.

Aku baru sadar, ternyata ketika mbak Via SMS ingin bertemu denganku di Jogja dulu, Mbak Via bukan sedang menengok kerabatnya yang sakit di Sardjito, tapi justru beliau sendiri yang sakit, dan aku baru mendapatkan benang merahnya, ketika setelah itu Hilma bilang bahwa mbak Via sakit ginjal.

Astaghfirullah, aku merasa sangat menyesal dan merasa sangat bersalah sekali, untuk terakhir kalinya saja aku tidak mengusahakan dan mengiyakan untuk bertemu beliau. Penyesalan memang selalu di akhir, dan tentu saja penyesalanku kali ini sudah terlambat dan aku takkan lagi dapat bertemu dengan mbak Via untuk selamanya. Ya ALLAH, semoga rasa penyesalanku ini dapat kutebus, untuk mendoakannya di dalam sujud-sujud malam dan setelah shalatku.

Hffff (aku menarik nafas panjang….) . . .mbak  Via . . .
 kami bertemu pertama kali di Sakan Tahfizh Ma’had Abu Bakar Ash-Shidiq ketika Hilma mengajakku kesana, dan Mbak Via yang meminjamkan kamarnya untuk kami tidur malam itu, dan Mbak Via pula yang palingggg senang hati menerima  kami, tidak mencuekkan kami dan menemani kami berbincang beberapa saat, barulah bliau mengatur waktu tahfizhnya sendiri. Saat itu aku sama sekali belum memahami cita-cita tentang para penghafal Qur’an. Aku masih sekitar semester 5 di UGM dan masih belum memiliki cita-cita menjadi seorang penghafal Qur’an. Baru setelah banyak berinteraksi dengan merekalah akhirnya aku memiliki cita-cita untuk menjadi seorang penghafal Qur’an, dan kira-kira sejak semester 7 aku baru mendapatkan seorang guru tahfizh yang membimbingku untuk menghafal.


Rasanya masih sangat sedih, memang kita merasakan berharganya seorang teman atau saudara itu akan sangat terasa ketika dia telah pergi, rasanya sangat menyesal sekali, namun semoga penyesalanku ini dapat kutebus melalui doa-doaku untuknya. Aamiin.

Kuwang, Merapi, 8 Juni 2012 08:20
Malam ini, aku zin untuk tidak menemani sahabatku mengajar di Shelter, karena hatiku tak dapat kuajak untuk beranjak kesana . . .seharian ini tidak fokus, teingat mbak Via terus . . .
........................Sesungguhnya kita milik ALLAH, dan pasti kita akan kembali kepada-NYA . . .

Tidak ada komentar:

Ya ALLAH . . .berilah aku sebuah hati yang sungguh mencintai-MU, sehingga aku dapat mencintainya dengan cinta-MU, bukan mencintainya sekedar cintaku . . .