Senin, 31 Januari 2011

Wine Dwi Mandela: Mempertaruhkan Pekerjaan Demi Jilbab


Meski dalam tekanan dan kesendirian, namun dengan modal keberanian ia memperjuangkan haknya untuk berjilbab. Akhirnya, perjuangannya tak sia-sia. Allah pun membuktikan janjinya.
Waktu masih menunjukan pukul 8 pagi, saat Wine Dwi Mandela tiba di tempat kerjanya, RS Mitra Keluarga Bekasi, Jawa Barat. Sudah empat tahun, wanita yang biasa disapa Wine ini bekerja sebagai tenaga Fisioterapi. Baginya, hari itu adalah saat yang sangat membahagiakan. Pasalnya, hari itulah ia bertekad untuk menjalankan profesinya dengan tetap menggunakan jilbab.
Tentu saja ini tak seperti biasanya. Kelahiran Jakarta, 27 November 1982 ini sadar jika tempat ia bekerja ini melarang karyawatinya untuk mengenakan jilbab saat bekerja. Keluar dari loker, tempat ia biasa berganti seragam, Wine sudah mengenakan baju seragam kerja. Ditambah jilbab hitam dan manset. Kontan, penampilan Wine menyergap perhatian karyawan lain, tak terkecuali koordinator bagian Rehabilitasi Medik.
Ibu Suparmi, begitu namanya, langsung mengecam tindakan Wine dan mengingatkan kembali tentang larangan tersebut. Wine tak bergeming. Berikutnya, ia harus berhadapan dengan Menejer HRD RS Mitra Bekasi, drg Elisabet Setyodewi, MM. Kali ini ia dihadapkan pada tuntutan untuk mengajukan pengunduran diri bila tetap bertahan pada sikapnya. RS tidak ingin melakukan pemecatan, karena menurut pihak rumah sakit, semua karyawan yang ingin melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) harus membuat surat pengunduran diri. Belakangan, oleh Tim Pengacara Muslim (TPM), hal ini diduga sebagai upaya manajemen RS berkelit dari kewajiban membayar pesangon bagi karyawan yang di-PHK.
Mendapat desakan itu, akhirnya Wine bersedia membuat surat pengunduran diri dengan alasan tidak boleh menggunakan jilbab. Anehnya, alasan itu pun tak disetujui oleh pihak manajemen, karena terkesan ekstrim. Ia disarankan untuk membuat surat pengunduran diri tanpa alasan. Tentu saja Wine menolak. Tapi, pihak manajemen bersikeras. Walhasil, tanpa ada keputusan, Wine meninggalkan RS pukul 9.15 pagi setelah dipaksa menyerahkan kartu pegawai, kartu HMO (Kartu Berobat), dan kunci loker.
Bebebapa hari kemudian, RS meminta Wine untuk datang mengurus administrasi. “Saya penuhi panggilan itu sambil meminta surat pemecatan dengan alasan larangan menggunakan jilbab,”ujar Wine saat ditemui Suara Hidayatullah. Namun, permintaan itu dijawab dengan ancaman blacklist dari Elisabet Setyodewi, supaya tidak ada satu rumah sakit pun di Jakarta dan sekitarnya yang akan menerima Wine bekerja. Pertemuan ini lagi-lagi tidak membuahkan hasil.
Sepekan berlalu, datang surat panggilan I dan II yang meminta Wine untuk kembali bekerja tanpa jilbab. Sebagai seorang Muslimah sejati, tentu saja ia menolak panggilan tersebut. Hingga akhirnya datanglah surat panggilan III yang menyatakan pemecatan karena Wine dianggap mangkir dari pekerjaannya.
Proses Hukum
Merasa tak ada niat baik dari RS, Wine menempuh jalur hukum dengan dibantu oleh TPM. Selama proses hukum berjalan pun nampak pihak RS tidak sedikit pun berusaha mencapai kesepakatan yang terbaik. “Bahkan, pihak pengacara RS terkesan menakut-nakuti saya agar mundur dari kasus ini,” ungkap lulusan Akademi Fisioterapi Universitas Kristen Indonesia (UKI) ini. Tapi, tak sedikit pun ia ciut.
Ia tetap maju berjuang, membela haknya dan hak kaum Muslimah lainnya untuk mengenakan jilbab, meski tak seorang pun dari teman-teman sekerjanya yang berani memberikan kesaksian untuk proses hukum. “Awalnya mereka menyatakan dukungannya, tetapi kemudian memilih diam. Padahal mereka juga jilbaber yang bernasib sama,” ujar Wine menyesalkan.
Berbagai perundingan telah dilalui. Mulai dari Bipartit; antara kuasa hukum RS Mitra Keluarga Bekasi dengan TPM. Hingga, melibatkan Dinas Tenaga Kerja Bekasi (Tripartit). Perundingan tingkat Tripartit ini terpaksa ditempuh karena dalam tempo 30 hari tidak tercapai titik temu antara TPM dengan kuasa hukum RS. Masalah ini pun telah sampai di tangan DPRD Bekasi.
Selama proses itu, ada tawaran dari pihak RS pada Wine untuk kembali bekerja. Namun, posisi yang ditawarkan justru semakin menambah kekecewaan Wine. Ia ditawarkan untuk bekerja di salah satu perusahaaan yang masih satu grup dengan RS Mitra Keluarga, yaitu PT Estetika Interpresindo yang menyediakan kebutuhan rumah sakit dengan posisi di bagian administrasi. Ini jelas melecehkan profesionalisme Wine yang selama empat tahun menjadi tenaga fisioterapi. Di tempat ini Wine dijamin boleh mengenakan jilbab, tetapi Wine bersikeras menolak tawaran tersebut karena ia tahu, hal itu tidak berlaku pada karyawati lainnya.
Akhirnya, polemik kasus jilbab di RS Mitra Keluarga Bekasi sedikit mencair. Pihak RS menjanjikan, seluruh jaringan rumah sakit di bawah grup Mitra Keluarga akan membuat aturan yang membolehkan karyawan untuk berjilbab.
Hidayah saat Umrah
Apa yang membuat Wine tegas dengan sikapnya ini?
Awalnya, Wine yang tercatat sebagai karyawan RS Mitra Keluarga Bekasi sejak tahun 2005 ini melakukan ‘bongkar pasang’ jilbab. Berangkat dari rumah berjilbab, sampai di rumah sakit dilepas. Selama tiga tahun, meski resah kerap menghantui batinnya, ia masih bertahan dengan cara tersebut dengan pembenaran bahwa pekerjaan yang dilakukannya pun adalah bentuk ibadah.
Pertengahan April 2008, ia merasa petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) menerangi hatinya saat melakukan umrah yang dipimpin oleh Ustadz Abu Jibril. Ia ditegur oleh istri sang ustadz. Ia menanyakan kepada Wine mengapa masih bertahan dengan pekerjaan yang jelas-jelas menghalanginya menjalankan syariat Islam. “Ketika itu istri ustadz bertanya kepada saya, bagaimana bila ajal datang menjemput, sementara saya sedang dalam keadaan tidak berjilbab,” kenang Wine. Pertanyaan itulah yang menghantam kesadarannya dan membuat batinnya tak mampu lagi berkompromi dengan cara berjilbab yang telah dilakukannya selama tiga tahun belakangan.
Syukurnya, keputusan Wine menegakkan syariat Islam ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, terutama dari ormas Islam, seperti FPI dan Forum Peduli Jilbab (FPJ). Bahkan, FPJ menggelar unjuk rasa di depan RS Mitra Keluarga Bekasi dengan kekuatan 500 orang. Menyusul kemudian pernyataan Walikota Bekasi, Mochtar Mohamad yang akan memeriksa kembali izin usaha perusahaan di Kota Bekasi yang diketahui melarang karyawati atau pekerjanya menggunakan jilbab. Mochtar mengaku tidak segan mencabut izin usaha, apabila perusahaan membuat peraturan diskriminatif terhadap pekerjanya.
Meski sesekali ia masih merasakan ketakutan dan kegelisahan yang panjang. Namun, di saat itulah ia merasakan kekuatan yang begitu dahsyat datang dari Allah SWT dan keluarga hingga ia tetap berdiri menantang tekanan dan cibiran yang datang dari berbagai pihak. “Yang paling menyakitkan adalah cibiran yang datang dari sesama Muslim,” ungkapnya. Namun, ia tak ingin bernasib sama seperti seorang temannya yang memilih keluar dari RS karena berjilbab tanpa memperjuangkan haknya. Wine bertekad untuk terus berjuang melawan kezaliman itu.
Kini, ia tak sendirian lagi dalam berjuang. Allah SWT mendatangkan baginya pasangan jiwa yang telah lama dinanti. Wine mengaku, selama ini ia selalu gagal menjalin hubungan yang berlanjut pada jenjang yang lebih serius. Namun, setelah kejadian itu dan sejak memutuskan menjalankan Islam lebih serius, lalu bercadar, jodoh yang diharapkan pun datang.
Wine sangat bersyukur karena calon suaminya adalah orang yang memahami Islam dan mendukung perjuangannya. Ia merasa ini adalah hadiah dari Allah bagi orang-orang yang berjuang di jalan-Nya. *Ibnu Syafaat/ Suara Hidayatullah

Tidak ada komentar:

Ya ALLAH . . .berilah aku sebuah hati yang sungguh mencintai-MU, sehingga aku dapat mencintainya dengan cinta-MU, bukan mencintainya sekedar cintaku . . .